Minggu, 25 September 2011

Ibu, Idealistas Perempuan**

Mendengar kata ibu, yang ada di benak kita adalah sosok wanita yang tabah, penuh kasih sayang dan kelembutan. Yaach…ibu adalah wanita yang mempunyai banyak kasih sayang dan tak pernah berhenti mengalirkannya untuk sang buah hati dan keluarganya tercinta. Kasih sayangnya tak pernah usang termakan zaman, tiada hentinya sepanjang masa.

Sosok Ibu mencerminkan idealitas seorang wanita dalam kodratnya. Bahkan seringkali bagi anak lelaki mengidentikkan sosok ibunya sebagai idealitas wanita yang didambakan untuk menjadi pendamping hidupnya kelak.

Mencuplik apa yang dinyatakan oleh Sherly Ortner bahwa dalam perspektif jenis kelamin dan gendernya, sebagai wanita ibu mempunyai kekhasan yang merupakan kodratnya.

Secara biologis, ia mempunyai organ-organ tubuh dengan fungsinya yang khusus pula yang sesuai dengan perannya sebagai ibu. Menstruasi, melahirkan dan menyusui adalah fungsi dan perannya sebagai seorang wanita dan ibu. Semua fungsi dan perannya itu dijalani tanpa perlu belajar, karena semua akan terjadi secara alami dan naluriah.

Dalam kehidupan sosial, ibu sebagai seorang wanita akan sering bergesekan dengan peran dan status sosialnya. Tidak berniat menggugah dan menajamkan kembali budaya patriarkhi, hanya memberi sedikit gambaran bahwa ketika seorang wanita yang menjadi ibu harus mengandung dan menyusui, ia akan sering berada di rumah dan menjalankan perannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Karena kewajiban ini demi kelangsungan generasinya. Dan dengan kondisi seperti itu, gerak dan aktivitasnya dalam lingkungan sosial akan terbatas. Bukan untuk diskriminasi ekstrim terhadap wanita, namun jelas perlakuan dalam sistem hukum dan sosial pun jelas disesuaikan dengan segala kekhususan dan kondisinya itu.

Secara psikologis, wanita mempunyai kepribadian dasar yang narsistik yang membuat wanita pandai rias diri dan altruistic yang menjadikan seorang ibu mempunyai penuh kasih sayang dan ketabahan. Selain itu, karena wanita mempunyai feminine psyche yang berarti emosional/kecenderungan mendahulukan aspek perasaannya serta cara berfikir yang irrasional. Namun, asumsi ini banyak menimbulkan kontroversi dan pertentangan khususnya di kalangan aktivis gender. Karena seringkali dalam beberapa kasus, wanita justru bisa berfikir lebih praktis dan rasional daripada laki-laki.

Belum lagi masalah-masalah lain yang berkaitan dengan persoalan dilematis yang dialami wanita khususnya seorang ibu. Salah satu contohnya persoalan poligami yang menjadi berita hangat di media massa.

Terlepas dari ciri, kodrat dan stereotype gendernya itu. Bagaimanapun ibu adalah sosok wanita yang membawa kedamaian,

kelembutan dan kegigihan dalam kehidupan rumah tangga, mendidik dan membesarkan anak-anaknya.

Sebagai seorang isteri, ia dengan sabar mendampingi dan memberi dukungan kepada suaminya dalam kondisi susah dan bahagia. Sebagai seorang ibu, ia tabah dan penuh kelembutan mengawal dan memberi kasih sayang kepada anak-anaknya.


Ibu yang pertama kali mengenalkan dunia yang dulu masih asing bagi kita. Ibu yang mengajarkan pada kita cara memandang dunia dan ibu yang selalu sabar membimbing dan mengiringi kita dalam melalui masa-masa perkembangan.


Nah, pertanyaan yang muncul sekarang adalah sejauh mana kita sebagai anak mengerti dan menyadari pengorbanan seorang ibu? Bagaimana cara kita membalas atau setidaknya menghargai segala pengorbanan seorang ibu?walau, seorang ibu tidak pernah menuntut balasan atas segala yang sudah dilakukan itu kepada anaknya. Dan kalaupun ada yang seperti itu, pastinya terjadi di sinetron.


** Himmah al-Akhwafillah, Aktifis gender dan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gajayana Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar