Syubbanul yaum rijalul ghadz… Pemuda hari ini merupakan pemimpin pada hari esok, Begitulah petikan hikmah yang menjadi asas para pemuda untuk menggalang persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia.
Pemuda adalah tokoh utama yang mendalangi kemerdekaan, sebab walaupun para pahlawan kita terus meneriakkan kemerdekaan dengan semboyan Isy kariman au mut syahidan ; hidup mulia atau mati syahid, namun nilai minus dari perjuangan masyarakat Indonesia terletak pada tidak adanya pemersatu yang menjadi wadah yang menyatukan semangat perjuangan, maka ‘ibarat lidi yang lemah tanpa wujud sapu’ mereka berinisiatif untuk menghimpun seluruh pemuda dari Sabang sampai Merauke untuk membangkitkan rasa nasionalisme demi terciptanya kemerdekaan negeri kita
28 Oktober 1928 Sumpah Pemuda dikumandangkan, bangsa Indonesia mulai bangkit melalui para pemuda, nasionalisme mulai menemukan auranya, dan gairah para pejuang semakin menggelora. Sejak saat itulah jiwa kepahlawanan berapi-api di setiap pelosok tanah air tercinta Jadi Tidaklah mengherankan bila terdapat keyakinan bahwa tanpa Sumpah Pemuda kemerdekaan bangsa tidak dapat diraih. Karena Sumpah Pemuda menjadi ajang pemersatu kebulatan tekat anak-anak bangsa. Perjuangan pemuda tidak berhenti pada Sumpah Pemuda. Kiprah pemuda berlanjut pada era kemerdekaan ketika para pemuda ‘menculik’ Sukarno ke Rengasdenglok dan kemudian bersama Hatta merumuskan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945. Maka sebenarnya tanpa peran pemuda teks proklamasi tidak mungkin dibacakan Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia yang notabenenya Atas desakan bahkan ancaman para pemuda
Sejak saat itulah kita telah merdeka dari penjajahan, namun rasanya kita belum merdeka secara perfect karena tidak banyak rakyat yang merasa hidup seperti budak di negeri sendiri. Hal inilah yang merupakan P(e)-(e)R bagi kita terlebih lagi sebagai mahasiswa, Ingatlah bahwa kejayaan suatu bangsa tergantung dari sejauh mana pribadi dan keluhuran para pemuda saat ini, tapi sebuah tanda tanya besar bagi kita yang mayoritas sedang ‘terlena’ dan sering ‘bermimpi’ untuk hidup glamour padahal masa depan jelas di tangan kita
Muhammad Mahdi berpendapat bahwa Bahwa pemuda merupakan amunisi masa depan, buah menuju kebangkitan, pintu keluar dari keterpurukan menuju kemajuan. Beliau memberikan tiga himbauan pada para pemuda yakni ;Pertama, pendidikan yang layak untuk hidup di bawah naungan risalah, membentengi jiwa dengan ilmu pengetahuan, mengobarkan semangat kesadaran, dan bersikaplah istiqamah (integritas) dan I’tidal (sikap lurus), sesuai dengan manhaj (Platform) Islami; sehingga mampu menjalankan tugas-tugas berat, dalam memberikan yang terbaik bagi agama, nusa dan bangsa. Kedua, ikuti reformasi yang integral dan optimis punya potensi, sehingga dapat terbiasa melakukan nilai-nilai positif, meninggalkan sikap acuh tak acuh dan ketidak-pedulian serta sikap negatif yang telah banyak merasuk dalam kehidupan para pemuda. Dan yang Ketiga, Kepada para pemuda yang sudah menjadi pemimpin bangsa dalam berbagai bidang dan tingkatan; hendaknya memberikan kesempatan kepada mereka untuk bebas bergerak dan memilih guna mengembangkan bakat dan mengeksplorasi potensi yang mereka miliki, dan juga memberikan kesempatan untuk bertemu dengan seniornya untuk mengambil manfaat dari pengalaman serta mencontoh ibrah dari pengalaman mereka; sehingga menyatu antara potensi pemuda dengan kebijaksanaan dari orang tua agar membuahkan hasil menjadi orang yang cerdas dalam memberikan pendapat dan baik dalam kerja
Sebagai ikhtitam, semoga melalui refleksi Sumpah Pemuda kita bisa lebih bangkit dengan bercermin pada perjuangan para pendahulu. Better late than never, maka tidak ada langkah yang lebih tepat untuk berubah kecuali berbenahlah sekarang juga
“ Tanah itu menangis padahal dahulu kala di sanalah Ibrahim As tumbuh besar, tanah itu bersedih padahal dialah saksi kejayaan Muhammad SAW bersuka cita menyambut perintah Tuhan melalui Aqsa”
Kata yang sangat indah bila digunakan untuk mengingat keberhasilan para anbiya` melalui perjuangannya yang selalu tak luput dari Palestina Namun sekarang Bumi para Nabi itu justru menjadi ajang penampilan ‘kembang api’ bom, nuklir, rudal dan senjata pemusnah lainnya
Wa lan tardlo `anka al yahuud wa lan nashara hatta tattabi`a millatahum, sepertinya Firman Allah ini sangat tepat jika digunakan untuk menguak misteri pertikaian yang tidak pernah selesai antara Palestina dan Israel
Sebab konflik yang terjadi bukan semata-mata karena politik pemerintah Israel dan HAMAS saja namun misteri perebutan bait al maqdis yang merupakan tempat suci bagi Muslimin dan agama Yahudi-Nasrani juga merupakan misi terpendam dari kubu masing-masing Bantuan kemanusiaan bagi rakyat Palestina di blokade, Aina jundul muslimiin akankah Perdamain hampir tertagkap mimpi di Bumi mulia itu?
Saya teringat ketika setelah beberapa saat berita tentang penyerangan kapal misi kemanusiaan untuk Gaza "Mavi Marmara" yang diserang dengan membabi buta oleh militer Israel dengan berujung terlukanya beberapa relawan, ditawan, bahkan di bunuh. Tiba-tiba sebuah pesan singkat dari teman sekolah saya masuk ke inbox HP, dia menanyakan tanggapan dan langkah apa yang akan saya lakukan setelah mendengar berita yang memilukan tersebut?. Saya terdiam sejenak, seakan belum paham mengapa tiba-tiba dia bertanya seperti itu?. Lalu setelah larut merenung saya tertunduk malu, mungkin tujuan teman saya hanya ingin tahu apa yang dilakukan seorang mahasiswa yang kata orang sangat kritis, dinamis, dan kreaktif.
Kejadian di Gaza, Palestina adalah kejadian yang menjadi sorotan internasiaonal, banyak kalangan mengecam tragedi tersebut yang konon telah berlangsung di Palestina sejak 2006 bahkan sebelum itu. Namun dunia internasional hanya bisa mengecam tanpa mampu melakukan langkah konkret menstop kebrutalan zionis Israel di Gaza tersebut
Israel mengklaim perbuatan mereka diizinkan oleh undang - undang internasional, denagn dalih "karena itu, sesuai hukum internasional" ungkap Menlu Israel Yighal Palmor. Sikap tidak senonoh ini dilanjutkan sengan menolak seruan PBB untuk diadakan penyelidikan terhadap penyerbuan itu.
Perlu kita ketahui mengapa Israel sangat ‘bernafsu’ membungi haguskan Palestina? Kurang lebih ada empat tujuan mereka. Pertama, adalah menghancurkan HAMAS (fraksi islam garis keras di Palestina), sebuah tujuan yang betul-betul tidak realistis. Bahkan HAMAS dicap teroris oleh mereka. Kedua, adalah untuk kepentingan pemilu di Israel. Penyerangan di Gaza juga dilakukan untuk menolong Kadima dan sebuah usaha untuk mengalahkan Likud dengan pemimpinnya Benyamin Netanyhu, yang baru-baru ini mendapatkan suara terbanyak. Ketiga, berkaitan dengan militer, terutama Setelah rasa malu yang diterimanya saat memerangi Libanon selama musim panas tahun 2006, maka Israel telah berusaha mencari kesempatan untuk kembali dengan membangun kekuatan global. Keempat, usaha mereka untuk menghentikan diluncurkannya roket Qassam ke wilayah kota di bagian selatan Israel. Sebenarnya empat tujuan ini hanyalah topeng mereka saja.
Maskipun begitu alasan mereka sungguh tak dapat diterima karena mereka mengutamakan kepentingannya sendiri yang buram di mata dunia dengan cara menghancurkan, mengebom, meblokade, dan melarang masukya bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza. Mereka tak melihat sisi kemanusian, bagaimana dengan masa depan rakyat Gaza?. Maka lazimlah bila Sekarang Gaza disebut sebagai "penjara" terbesar didunia.
Berbagai dampak buruk pemblokiran tampak dalam kehidupan masyarakat Gaza secara sosial dan ekonomi. Kekurangan sandang, pangan, ketiadaan tempat tinggal, minus listrik dan air bersih, sekolah-sekolah yang rata dengan tanah, kehilangan pekerjaan dan rasa aman – tidak ada jaminan keselamatan jiwa, mewarnai kehidupan warga Gaza sehari-hari.
Sampai sekarang tak ada seorangpun yang bisa menghentikan tragedi tersebut walaupun aksi solidaritas dilakukan oleh beberapa kalangan agamis, nasionalis dan termasuk pula datang dari mahsiswa, namun semua itu toh tak mengubah sikap zionis Israel. sampai PBB yang didirikan untuk menciptakan perdamaian dunia tidak mampu meredamnya.
Maka sebagai peutup tulisan ini, kita perlu mengamini pendapat Din Syamsuddin yang merupakan Ketua prakarsa persahabatan Indonesia-Palestina yakni , ”sikap Indonesia tidak cukup hanya dengan memprotes atau mengutuk kekejaman Israel, tetapi harus diwujudkan dalam langkah yang lebih efektif untuk menimbulkan efek jera terhadap Israel.”
*) Muhammad Sholeh al-Ihsany, Aktivis HMI Fak. Adab yang selalu berkarya dengan senyuman
keluarga besar HMI Komisariat Adab Sunan Ampel Surabaya mengucapkan selamat atas suksesnya acara BIMTEST `10 yang di pimpin oleh kawan Muhyiddin dari Fakultas Adab
Dikisahkan bahwa suatu hari Umar bin Khattab berkata : sungguh aku tidak pernah ingin menjadi seorang pemimpin karena takut tidak bisa memberikan pertanggung jawaban kelak di depan tuhan, akan tetapi pernah pada suatu malam aku sangat bermimpi menjadi seorang pemimpin dengan membawa panji islam, namun hal ini bukan lahir dari insting pribadi melainkan karena aku mendengar nabi bersabda : ” esok saat peperangan aku akan menyerahkan panji islam pada seorang pemimpin yang mencintai Allah dan Rasulnya, begitu pula sebaliknya, Allah dan Rasul sangat cinta pada dia, tidak hanya itu saja nilai plusnya tapi ia akan dianugrahi tempat yang istimewa oleh pemilik semesta alam yaitu berupa istana di surgadan menjadi tetangga terdekatku ”
Maka berangkat dari sabda itulah sang sahabat yang dijuluki al faruq sangat terobsesi menjadi pembawa panji islam sampai berdoa penuh air mata demi mendapatkan predikat hubb wa mahbub dari Allah dan Rasulnya.
Sayang beribu sayang, ternyata sabda Rasulullah Muhammad tidak ’menimpa’ Umar, melainkan jatuh ketangan sahabat dekatnya yaitu Ali bin Abi Thalib, seorang sahabat yang tidak hanya lihai dalam memainkan pedang tapi lihai pula dalam memainkan pena sehingga beliau mendapat gelar Baabul Ilm
Dari kisah ini tentunya kita bisa menarik kesimpulan bahwa beliau sangat hati – hati dalam mengarungi samudra kehidupan sampai dalam masa hidupnya tidak pernah menginginkan menjadi orang nomer satu sebab begitu berat pastinya beban yang akan dipikul, apalagi menyangkut masalah ummat
Nah, bila kita renungi qishah ini, sudah pasti sebagai generasi yang berilmu kita akan mampu membedakan karakter luhur yang dicerminkan oleh shalafusshalih dengan naluri masyarakat era kini yang penuh dengan nilai – nilai duniawi belaka tanpa peduli pada hasil akhir yang akan dipetik bahkan tidak menilai munaqasah di depan tuhan kelak
Telah menjadi rahasia umum bahwa seorang kandidat pemimpin pada era kini melakukan segala cara untuk saling menjatuhkan pesaingnya baik dengan cara ’putih’ maupun ’hitam’ sehingga tidak salah bila peneliti barat mengatakan bahwa dalam usaha meraih kemenangan, seorang kandidat mesti melakukan unsur – unsur seperti : black campaign, money politik, door to door provocation hingga give a sweet moment pada rakyat yang menjadi target dalam meraup suara maksimal
Dalam fenomena ini yang lucu adalah rakyat yang merupakan ’raja’ ketika ada pesta demokrasi ikut – ikutan melakukan tindakan konyol dengan mau di politisi oleh para calon tersebut, seperti contoh ketika rakyat memilih tidak dengan hati nuraninya sendiri demi terbentuknya masyarakat madani dengan mencoblos calon pemimpin yang paling banyak memberikan ’amplop’ pada mereka, padahal mereka semua mengetahui bahwa tindakannya sangatlah tercela bahkan tidak sedikit yang faham dalil sabda Rasul : ” orang yang memberikan sogok dan menerima sogok adalah penghuni neraka ”
Intinya, bagaimana bangsa ini menjadi lebih baik bila segala cara digunakan untuk kepentingan sepihak belaka?
Mahasiswa sebagai pengemban amanah dan sangat lekat dengan istilah agent of change dan agent of sosial tentunya memiliki rasa tanggung jawab serta peduli pada keadaan yang semakin orakaru – karuan ini dengan mengubah tradisi yang sudah sangat mengakar dalam tubuh negeri tercinta Indonesia
Maka dalam hal ini sepertinya sangat layak bila saya qiaskan petuah dari Imam Syafi`i sebelum beliau berangkat thalabul ilm, Yakni : sebuah air yang ada dalam bak mandi akan mengeruh dan tak enak dipandang bila air tersebut tidak mengalir.
Artinya kita sebagai mahasiswa yang berilmu sangat wajib mengamalkan ilmu yang kita miliki untuk mengubah kemiskinan moral dan sosial pada negeri ini agar tercipta keadaan yang menjadi cita – cita luhur patih gajah madha gemah ripah loh jinawi dan menjadi pengamal tridharma perguruan tinggi seperti belajar, meneliti (baca : mengamati keadaan ) dan mengabdi pada masyarakat
**Abdullah Hanani, Aktifis HMI Fak. Adab yang selalu melangkah dengan sandal jepit